Langsung ke konten utama

Teater Dari Sumatra, Mak Yong, Bangsawan, Randai, Mendu

Karya Seni Teater Daerah Setempat

Apresiasi seni teater pada hakikatnya adalah sikap menghargai seni teater tersebut secara proporsional (pada tempatnya). Menghargai artinya memberikan harga pada seni teater sehingga sastra memiliki ruang dalam hati kita, dalam batin kita. Dengan menyediakan ruang dalam hati untuk seni teater, secara spontan, kita menyediakan waktu dan perhatian untuk menonton seni teater tersebut. Lama kelamaan dari ruang itu dapat tumbuh buah cipta dalam berbagai bentuk dan wujudnya sebagai sikap apresiatif terhadap seni teater, misalnya kamu melakukan sebuah pertunjukan teater di sekolah ataupun di tempat-tempat pertunjukan.

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan kamu dapat mengidentifikasi jenis karya seni teater daerah setempat. Selain itu, kamu juga diharapkan dapat menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan dan pesan moral seni teater Nusantara.

Mengidentifikasi Jenis Teater Daerah Setempat

Jikan Anda telah membaca pada artikel sebelumnya tentu anda telah mengetahui berbagai jenis teater yang ada di daerah. Sekarang, kita akan membahasnya secara lebih dalam.

Teater dari Sumatra

Teater dari Sumatra

Berikut ini adalah bentuk-bentuk teater daerah yang terdapat di Sumatra.
a.  Mak Yong

Mak Yong adalah seni pertunjukan yang berasal dari Kepulauan Riau. Kesenian ini menggabungkan seni drama, seni tari, seni musik, dan pertuturan dongeng. Mak Yong sebe-narnya berasal dari Pattani, di sebelah selatan negara Thailand. Namun berkembang di kera-jaan Melayu. Ceritanya mengisahkan tentang kerajaan.    Biasanya    dibuat    oleh pujangga-

pujangga kerajaan Melayu. Tokoh-tokoh yang harus ada dalam Mak Yong adalah putri raja muda, ratu atau ibunda ratu, pangeran muda, sang raja, dan pelayan/ pelawak.

Setelah kekuasaan kerajaan Melayu pudar pada tahun 1700-an, kesenian ini merebak di kalangan biasa. Kini banyak pemainnya berasal dari kalangan nelayan dan pedagang. Oleh karena itu, cerita yang dipertontonkannya berpusat pada kehidupan mereka, yakni petualangan atau perantauan mencari sesuatu hal.

Para pemain wanita memakai kebaya, kain sarung, dan selendang dengan rambut digelung dan diberi melati. Pemain laki-laki memakai baju dan celana panjang satin berwarna terang dan memakai peci. Total pemainnya adalah 15-20 orang. Pertunjukan ini diadakan selama 3-4 jam dalam semalam dan berlangsung selama seminggu.

Alat musik yang dimainkan adalah sepasang gendang kecil dan besar, gedomba, serunai, gong, simbal, dan rebab. Seluruh pemeran menari sambil bermain peran, sedangkan si pengasuh melakukan gerakan-gerakan lucu.

b. Bangsawan
Bangsawan merupakan teater tradisi dari Sumatra. Pertunjukan ini selalu diawali dengan nyanyian dan tarian serta diakhiri dengan nyanyian yang disukai penonton. Bangsawan sering disebut dengan komidi stambul (Istambul)ataupun komidi bangsawan. Kesenian ini pertama kali dikenalkan di Malaysia pada tahun 1870 oleh kelompok teater dari India. Pertunjukan ini disebut juga dengan wayang parsi karena sebagian besar ceritanya berasal dari Timur Tengah dan India. Setelah datang ke Indonesia, namanya berubah menjadi bangsawan yang artinya ningrat (isi lakon semula adalah keluarga ningrat). Namun dalam perkembangan-nya, kisah-kisahnya mulai dipengaruhi oleh budaya setempat.

Pementasan bangsawan sangat khas karena dialog dilakukan dalam pantun yang terdiri atas empat bait. Pertunjukan ini didominasi oleh lawakan. Humor merupakan unsur utama dalam pertunjukan ini. Baik dalam lakon lucu ataupun serius, pemain menangis dan tertawa secara bersamaan.

Para pemain menggunakan busana yang mengkilau dan gemerlap seperti dalam cerita 1001 malam. Busana ini memberi suasana Timur Tengah yang sangat kental. Bangsawan merupakan contoh teater tradisional yang menggunakan teknik pementasan barat. Pementasannya menggunakan panggung yang dilengkapi oleh layar yang dilukis sebagai latar.

c. Randai

Kesenian Randai berasal dari sastra tutur/ lisan yang disebut Kaba/Bakaba. Kaba dapat diartikan sebagai cerita, sedangkan Bakaba artinya bercerita. Pementasan randai mengga-bungkan unsur basijobang (permainan sijobang), tonil Belanda, dan seni pencak silat setempat.

Pencak silat ditampilkan pada awal pertunjukan. Randai diartikan sebagai bersenang-senang sambil membentuk lingkaran. Kesenian ini tumbuh di Minangkabau.

Tema cerita yang diangkat adalah sejarah, adat Minang, dan pelajaran warisan orang tua untuk anak-anak dalam mempersiapkan hidup. Randai merupakan bentuk hiburan rakyat yang digelar setelah panen, pada pesta pernikahan atau yang lain. Pertunjukannya dilakukan di malam hari selama satu minggu berturut-turut untuk sebuah lakon.

d. Mendu

Mendu merupakan salah satu bentuk seni teater tradisional yang berasal dari Kepulauan Riau. Pementasan sastra lisan ini mirip dengan pementasan Lenong di Jakarta yakni mem-bangun komunikasi dengan para penontonnya dalam alur ceritanya. Teater tradisional ini mengombinasikan antara seni tari, seni suara atau nyanyian, dan seni peran atau lakon. Perpaduan gerak dan lagu menjadikan pentas lebih meriah, terlebih dengan dialog dengan penonton yang intensif sehingga akan terbangun komunikasi lebih baik.

Bentuk dekorasi teater Mendu realistis seperti dekorasi kerajaan, hutan, sungai, yang dibawakan dalam pentas prosenium. Cerita biasanya diambil dari cerita-cerita “Sahibul Hikayat”, hikayat “Seribu Satu Malam” yang menggunakan dialog dalam bahasa Melayu bercampur dengan bahasa Indonesia. Setiap pergantian adegan diiringi oleh musik yang terdiri atas gendang, gong, biola ditambah beberapa alat lain sesuai kebutuhan cerita yang dibawakan. Pada adegan tertentu dilakukan tarian oleh beberapa pemain perempuan maupun laki-laki.

Pementasan mendu memerlukan panggung sebagai tempat para pemain berlaga. Panggung yang diperlukan berukuran 4 x14 meter, berada di area terbuka. Panggung tersebut terdiri atas tiga bagian, yakni ruang rias, balai pengha-dapan, dan arena berladun. Orang yang paling bertanggung jawab untuk pementasan kesenian ini disebut sebagai Khafilah. Tugasnya adalah sebagaimana layaknya seorang sutradara, yaitu mengatur jalannya pementasan. Sesekali ia bermadah (menyampaikan prolog untuk penam-pilan berikutnya yang berisi ringkasan cerita). Sementara itu, yang bertangung jawab terhadap lingkungan disebut sebagi Syekh. Tugasnya adalah sebagai pelindung bagi para pelakon dari ancaman kekuatan jahat. Oleh karena itu, pementasan mendu memerlukan pohon dulai (Alstonia scholaris) yang ditanam pada bagian depan panggung sebagai penangkal kekuatan magis yang dapat mencelakakan pelakon. Kedua orang ini (Khafilah dan Syekh) biasanya berada di bagian belakang.
Postingan Terbaru

Komentar

Copyright © Teater Seniman. All rights reserved.