Langsung ke konten utama

Jenis, Peran, Perkembangan Tari nusantara, Apresiasi Keunikan Tari nusantara

Jenis, Peran, dan Perkembangan Tari nusantara


Apresiasi Keunikan Tari nusantara

Pembahasan jenis-jenis tari kreasi di suatu daerah tidak akan terlepas dari pembahasan bentuk-bentuk tari tradisi yang lahir dan berkembang di tanah air. Hal ini dikarenakan tari-tari kreasi yang lahir merupakan perkembangan dari bentuk tari-tarian tradisi yang ada. Artinya, dari sisi fungsi tari tradisi yang awalnya berfungsi sebagai sarana upacara ritual, dewasa ini berubah fungsi menjadi sarana hiburan atau pertunjukan biasa. Oleh sebab itu, dari sisi bentuk penyajiannya akan mengalami perubahan.

Berikut merupakan beberapa ragam tari kreasi yang berkembang di berbagai daerah di Indonesia.

a. Tari Jejer

Tari Jejer

Tari Jejer merupakan tarian yang lahir dan berkembang di daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Pada awalnya tari ini bernama Tari Sebiang yang berfungsi sebagai tari upacara ritual tanam padi. Penarinya disebut gandrung sebagai visualisasi sosok Dewi Sri (Dewi Padi). Sesuai dengan mitos yang dipercaya oleh masyarakat Banyuwangi bahwa seorang Dewi akan berjalan melayang sehingga dalam penyajiannya penari Tari Sebiang menggunakan kaos kaki berwarna putih. Awalnya, gerak Tari Sebiang bersifat spontan atau improvisasi. Namun, dalam perkembangannya menjadi tari yang diperuntukkan sebagai pertunjukan atau hiburan dengan koreografi yang tersusun rapi. Selanjutnya, gerak Tari Sebiang dibakukan dan nama tariannya diganti menjadi Tari Jejer.

Secara geografi Banyuwangi terletak di perbatasan antara Pulau Jawa dan Pulau Bali sehingga gerak-gerak yang dinamis pada Tari Jejer mirip dengan ragam gerak pada tari-tarian yang ada di Bali yang terlihat enerjik tetapi tidak erotis. Salah satu gerak khas yang dapat dilihat pada ragam gerak Tari Jejer, yaitu gerak angkruk*yang merupakan ciri khas tarian Putri Banyuwangi.

b. Tari Rampai Aceh

Tari Rampai Aceh

Seperti halnya rampai yang berarti campuran berbagai bunga, tari ini juga merupakan perpaduan dari berbagai gerak indah yang terdapat pada tari-tarian lainnya yang berkembang di Nanggroc Aceh Darussalam dan Semenanjung Mclaya, yaitu Tari Seudati, Tari Saman, dan Tari Zapin. Keindahan Tari Zapin terletak pada pola langkah yang bervariatif. Keindahan Tari Seudati terletak pada olahan ragam gerak tangannya dan keindahan Tari Saman terletak pada kemampuan penari yang memiliki kosentrasi penuh sehingga tarian berkesan seperti gerak-gerak pada latihan militer yang begitu serempak dan enerjik.

Tarian ini lahir dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Nanggroc Aceh Darussalam yang kuat dengan pengaruh budaya Islam. Pengaruh tersebut tercermin pada busana yang menutupi seluruh tubuh, serta ragam gerak yang lebih difokuskan pada komposisi gerak tangan dengan posisi badan duduk. Keistimewaan tarian ini, di antaranya terletak pada jenis musik internal yang dihasilkan dari olahan vokal maupun lagu yang disertai puji-pujian kepada Nabi Muhammad serta tepukan-tepukan anggota badan penari.

c. Tari Srimpi Ketawang Lima Genep

Tari Srimpi Ketawang Lima Genep

Tentunya Anda masih ingat bahwa tari klasik atau tradisional Srimpi merupakan tari yang berkembang di Jawa Tengah. Tari Srimpi Ketawang Lima Genep karya Inonk Wahyu Widiyati dari Surakarta ini, koreografinya berbeda dengan tari Srimpi yang dikenal selama ini. Tari ini digarap untuk memparodikan tari Srimpi yang selama ini dianggap adiluhung dan eksklusif bagi kalangan elit keraton. Dalam penyajiannya, tari ini diperagakan oleh lima orang penari putri (sesuai dengan judul yang diangkat). Sebagai sebuah garapan tari parodi, kostum dan rias yang digunakan bertolak belakang dengan kostum dan rias yang digunakan oleh penari-penari pada tari Srimpi aslinya. Kelima penari pada tari Srimpi Ketawang Lima Genep ini menggunakan kostum yang berkesan asal-asalan, dibanding kostum dan rias yang berkesan agung pada tari Srimpi aslinya. Rambut dan make up kelima penari ini dibuat sedemikian rupa, seperti layaknya wanita yang sudah tua (nenek-nenek). Rambut yang disemir putih dipadu dengan kebaya dan kain yang warnanya sudah memudar.

d. Tari Joged dari Bali

Tari Joged dari Bali

Tari Jogcd merupakan tari pergaulan yang sangat populer di Bali. Sebagai tari pergaulan, pola gerak Tari Jogcd agak bebas, lincah, dan dinamis. Dalam pertunjukannya, Tari Jogcd ditarikan secara berpasangan dan melibatkan penonton untuk ikut menari. Bentuk iringan tarinya adalah gamelan barungan yang didominasi oleh instrumen-instrumen bambu.

Macam-macam tari Jogcd yang dapat kita temui di Bali, di antaranya Jogcd Bumbung (berkembang di Bali Utara), Joged Pugitan (Bali pada umumnya), Joged Gamyong (berkembang di Bali Barat), Joged Gandrung (berkembang di beberapa desa di Gianyar, Badung, dan Denpasar), Jogcd Leko (dari daerah Tista dan Tabanan), dan Joged Bisama (dari daerah Bongan Gede dan Karangasem).

e. Tari Poco-Poco

Tari Poco-Poco

Tarian yang satu ini tentunya sudah Anda ketahui. Tarian ini dipopulerkan oleh kalangan militer yang pernah bertugas di Timor Timur (Timor Lcstc). Tari ini identik dengan tari Tcbc-Tcbc (tari khas Timor) dan Tari Sajojo (tari khas Papua) yang dapat disebarkan dengan tari pergaulan impor, seperti Sa/sa,Jh>e, dan Cba Cba. Tari ini mulai populer tahun 1990-an dengan selalu ditampilkannya pada setiap acara, khususnya yang bersifat massal. Sebagai tari kreasi baru, gerakan yang terdapat dalam tarian ini tidak terlalu rumit untuk dipelajari. Terlebih lagi pada setiap pertunjukannya selalu dipimpin oleh instruktur yang membimbing untuk melakukan sc'iap gerak dan arah yang harus dilakukan.

Tari Poco-Poco berasal dari Maluku, tepatnya Kota Ambon. Sebagai tari pergaulan, gerak tari ini didominasi oleh pola langkah dengan variasi pengolahan ruang yang selalu berganti arah. Langkah patah-patah dengan hitungan 1-2-3-4, mengikuti irama lagu yang cenderung riang khas masyarakat Ambon. Dalam perkembangannya, gerakan Tari Poco-Poco dibakukan oleh Berthy Tilarso, yaitu sebanyak enam format baku, dan menjadi tarian vang berkembang di kalangan militer. Lagu yang digunakan sebagai iringan Tari Poco-Poco adalah lagu Poco-Poco, yaitu sebagai berikut.

Poco-Poco
Balenggang pata-pata
Ngana pc goyang pica-pica
Ngana pc bodi poco-poco
Cuma ngana yang kita cinta
Cuma ngana yang kita sayang
Cuma ngana suka beking pusing
Ngana bilang kita na sayang
Rasa hati ini melayang Jauh cija-cija
Biar kita ngana pc bayang
Biar na beking layang-layang
Cuma ngana yang kita sayang

f. Tari Cokek Rengganis dari Betawi

Tari Cokek Rengganis dari Betawi

Tari Cokek Rengganis diciptakan tahun 2002. Tari yang merupakan perkembangan dari tari Cokek ini lahir dan berkembang pada abad ke-13. Tari ini diciptakan atas kerja sama Subdin Pariwisata Kota Tangerang bersama orang-orang yang peduli terhadap pelestarian bentuk-bentuk seni tradisional Betawi. Tujuan utama diciptakannva tarian ini adalah untuk menghilangkan kesan negatif dari masyarakat terhadap keberadaan penari wanita pada tari Cokek yang asli, yang identik dengan tarian erotis. Tari yang merupakan perpaduan gaya Cina, Betawi, dan Jawa ini identik dengan keberadaan masyarakat Tionghoa yang telah turun-temurun tinggal di Betawi.

Melihat sejarah perkembangannya, tari ini berasal dari Teluk Naga di Tangerang. Tan Sio Kek adalah seorang tuan tanah kaya keturunan Cina. Ia memiliki kelompok musik yang kemudian terkenal dengan musik Gambang Kromong. Musik ini pada awalnya merupakan perpaduan ketiga alat musik dari Cina, yaitu Te'yang, S u Kbong, dan Kbong Ayan yang dimainkan oleh tiga orang yang berasal dari Cina yang datang ke tempat tinggal Tan Sio Kek di Tangerang. Sementara musik Gambang Kromong mengalun, terdapat beberapa gadis yang menari mengikuti irama musik tersebut. Para gadis ini adalah anak buah Tan Sio Kek yang kemudian mendapat julukan Cokek (bahasa Hokkian, Cio Kek). Dalam pertunjukannya, para penari ini mendapat persenan dalam bentuk uang yang diberikan oleh para lelaki yang ikut

g. Karya Tari Solo

Karya Tari Solo

Herietta Horn (33 tahun) adalah seorang tokoh penari dan koreografer yang berasal dari Essen Jerman, la menciptakan karya tari ini dan langsung menarikannya sendiri di hadapan penonton Indonesia beberapa waktu lalu. Tarian yang menggunakan properti kursi dan meja berdurasi 25 menit ini sangat memukau penonton. Pertunjukan diawali oleh suasana panggung dengan lampu yang temaram. Meja dan kursi diletakkan di pojok kanan depan panggung, tempat penarinya duduk membeku di pojok kanan depan. Wajahnya yang sayu diterangi oleh cahaya. Untuk beberapa saat, ia menghimpun tenaga sebelum bangkit dari ketermenungannya. Warna properti hijau muda sama persis dengan warna kostum yang dikenakannya. Bentuk kostum vang dikenakan sekilas tidak tampak seperti kostum tari, bentuknya merupakan setelan jas dengan celana panjang menambah keunikan karya tari tersebut. Bagian awal tari ini berlangsung beberapa saat dengan iringan musik yang mengalun sampai penari tersentak dari ketermenungannya. Nampaknya penari masih terikat dengan keberadaan properti sehingga gerakan yang muncul masih merespons keberadaan properti tersebut.

Bagian selanjutnya adalah pengolahan gerakan yang diangkat dari aktivitas sehari-hari, bahkan sesekali ia juga melakukan gerakan kasar dan liar. Olahan-olahan gerak, seperti gerak pada tari tradisional tidak tampak dalam keutuhan pertunjukan tari ini. Meja dan kursi baginya merupakan pusat gravitasi dalam keleluasaan bergerak yang tidak terbatas. Panggung yang luas tidak tampak kosong karena pengaturan tata cahaya yang terfokus pada keberadaan penari yang hanya berjumlah seorang. Pengisian ruang diolah sedemikian rupa, melalui perpindahan dari kegelapan atau kekosongan panggung. Dengan penataan cahaya yang maksimal, keberadaan penari yang hanya seorang ini mampu melahirkan kesan seolah-olah di panggung terdapat enam penari.

Pada bagian selanjutnya, dia masih mencoba merespons properti yang ada. Diselingi irama yang saling mengisi keutuhan garapan, dia bertopang dagu menjatuhkan dadanya pada meja, menelungkup, bangkit kembali, menoleh ke langit, merentangkan dan menekukan tangan dan kaki, memutar tubuh, dan berpaling. Rangkaian gerak ini dilakukannya berkali-kali dengan tempo yang bervariasi, mulai dari lambat, sedang, cepat, cepat sekali, diam, sambil memandangi ekspresi mukanya yang lega, pasrah, serta kepuasan yang dalam.

Sebelum dia mengakhiri garapan Tari Solo ini, dia juga mengolah properti dengan mencampakkannya. Kursi dan meja dia tendang hingga terbalik. Selanjutnya, dia kembali melakukan gerakan seperti berlari-lari kecil, melompat, duduk, berdiri, dan berjalan pelan. Dia melakukannya di antara meja dan kursi yang terbalik. Secara mendadak dia merentangkan dan menekukkan tubuh.Jika lelah, dia menggelantung pada sandaran kursi serta mengelus-ngelusnya. Akhir dari pertunjukan garapan tari ini adalah munculnya bayangan di layar panggung berbentuk meja raksasa, disusul sosok penari yang dibuat siluet nampak seperti sesosok hantu yang menyihirnya.
Postingan Terbaru

Komentar

Copyright © Teater Seniman. All rights reserved.